Prakondisi SM3T : Pembelajaran tentang Hidup

 

Ini cerita berawal dari satu kata singkatan magic, yang mampu mengubah cara pandang hidup seseorang, yang mampu membalikkan 180o kehidupan anak manusia serta memberikan gambaran sesungguhnya tentang kehidupan sebenar-benarnya kehidupan. SM3T.Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal. Satu program pemerintah untuk pemerataan kualitas pendidikan di seluruh pelosok negeri yang bertujuan untuk mengirim para sarjana mendidik bangsa menuju daerah terdepan, menggapai mereka yang berada di daerah terluar NKRI serta menjangkau mimpi-mimpi yang tertinggal guna mewujudkan genarasi emas Indonesia.

“Hai kau pemuda dan pemudi harapan ibu pertiwi
Mari kita raih prestasi  Bersama kita membangun negeri
Jadilah pendidik yang berdedikasi, Mengabdi ke pelosok negeri
Mendidiklah dengan setulus hati, agar tercipta generasi mandiri
            Mari kita maju bersama, mencerdaskan Indonesia
Menjadi sarjana mendidik bangsa
Menujulah yang TERDEPAN
Gapai mereka yang TERLUAR
Jangkaulah mimpi-mimpi yang TERTINGGAL
Demi terwujudnya GENERASI EMAS INDONESIA”

                4 September 2013, cerita ini dimulai.....
                Dalam keadaan masih kantuk setelah seharian sebelumnya berpamitan ke teman-teman guru serta silaturahmi kepada handai taulan untuk terakhir kalinya, aku harus segera mempersiapkan diri untuk berangkat ke Malang, lebih tepatnya Pangkalan TNI AL (-Lanal Malang)- guna mengikuti kegiatan prakondisi yang diagendakan dimulai tepat pukul 07.00 WIB.
                Berangkat tanpa sarapan terlebih dahulu, sesampai di Lanal Malang yang merupakan lokasi karantina yang disediakan oleh LPTK penyelenggara SM3T, aku harus langsung bergabung dengan teman-teman yang nantinya menjadi bagian dari cerita penuh makna ini di tengah lapangan. Setelah cukup lumayan kering untuk ukuran ikan asin, kami dimasukkan ke dalam ruang ber-AC untuk mengikuti kegiatan materi yang telah disesuaikan dengan apa yang kita butuhkan di daerah penempatan.
                Hal itu bukanlah inti dari cerita ini berawal, tepat pukul 13.30.....
                Apel makan siang....dengan kondisi perut yang sudah keroncongan, kegiatan makanlah yang sebenarnya ditunggu-tunggu tapi apa lacur semua tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tempat makan berupa treng seperti di Rumah Sakit, Nasi lumayan keras yang menggunung, Ikan dan Sayur minim rasa menjadi menu pertama cerita ini. Dengan kondisi seperti itu ditambah lagi backsound teriakan dari para prajurit TNI AL cewek yang nantinya saya sebut Trio Macan (Mona, Dian, Elok) memberikan perintah untuk menghabiskan makanan, alhasil kebebasan untuk menikmati makanan terasa terenggut. Mumpung ingat, kenapa mereka disebut Trio Macan, tidak lain karena kami berada di Lanal diibaratkan telah memasuki kandang macan, jadi tidak salah kalo kita berada di kandang macan dan ketemu sama  3 wanita yang kita sebut Trio macan (yang ngasih julukan teman-teman wanita yang merasa tertekan atas kegiatan makan)...
                Kehidupan di Lanal benar-benar berbeda 180o dengan kehidupan di rumah. Jatah istirahat yang terbatas akibat padatnya kegiatan sedikit banyak berpengaruh pada kondisi fisik para peserta. Acara pembukaan yang berjalan lancar, tidak akan berkesan tanpa ada shock terapy yang diberikan para prajurit TNI. Dengan kostum baru yang didapat, kami diharuskan untuk menikmati air pertama kali di Lanal Malang di kolam Ikan. Tidak hanya itu, sebelumnya kita sudah dapat oleh-oleh manis berupa tembakan plus perintah untuk guling-guling,merayap, tengkurap yang semakin membikin hati kita merasa ciut. Bahkan sempat terpikir, kenapa saya harus berada di sini.
                Kegiatan yang berjalan selama 12 hari ini, memberikan banyak pengalaman yang tidak mungkin bisa didapat di tempat lain.  Pengalaman yang mengajarkan kita tentang kedisiplinan, mulai dari waktu makan, tidur bahkan untuk melakukan ibadah yang harus dilakukan secara efektif dan efisien dari segi waktu, bahkan sempat mucul joke diantara teman-teman untuk berdoa. BERDOA sesuai dengan KECEPATAN masing-masing.
                Keikhlasan. Hal itu juga yang didapat dari kegiatan, keikhlasan untuk menerima apa yang kita terima termasuk makanan yang kami terima, walaupun hal ini merupakan adaptasi yang paling sulit aku lakukan. Bahkan diantara teman-teman punya pikiran, tidak usah makan juga tidak apa-apa. Tapi semua itu berangsur hilang setelah merasakan nasi yang paling Ter-Enak dalam kehidupanku, nasi pecel warung “Padang Jinggrang”. Nasi pecel dengan lauk standart yang tidak bisa didapatkan dimanapun kecuali mengikuti kegiatan ini, Nasi pecel yang dicampur dengan telur mentah lengkap dengan nyanyian mual dari para TNI membuat makanan terasa menjadi makanan yang paling enak, yang menjadikan awal adaptasi makanan bagiku.

            Tidak hanya itu, pengalaman untuk bisa tidur beralaskan aspal di tengah gelapnya malam juga bisa aku rasakan dalam kegiatan ini setelah kami diharuskan bangun dikarenakan ada kegiatan malam. Ada beberapa hal yang bisa dipetik dari kegiatan tidur beralaskan aspal ini. Pertama, aku bisa langsung terlentang menghadap langit dan hal itu sangat indah. Kegiatan yang secara tidak langsung memupuk rasa syukur yang amat sangat atas kebesaran Tuhan yang mungkin selama ini kami lupakan. Kedua, bahwa tidur beralaskan aspal ternyata lebih hangat daripada harus tidur lantai. Sisa-sisa panas siang hari yang terserap oleh aspal, menjadi penghangat alami bagi punggung kami malam itu, hingga kami merasakan tidur yang nyenyak dan pulas untuk pertama kalinya. 
    Satu lagi yang tidak kalah penting pelajaran hidup yang diterima selama kegiatan prakondisi, Kewaspadaan. Kewaspadaan disini beda tipis dengan suudzon sih sebenarnya. Setiap ada kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan adat kebiasaan, ini sudah memantik kecurigaan dalam benak kami yang berarti kami harus sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi termasuk harus tidur dengan seragam lengkap plus atribut nama peserta, topi dan kaos kaki yang tetap terpasang menemani tidur untuk berjaga-jaga. Tapi apapun itu semua, hal itu dilakukan dengan tujuan membentuk karakter kami yang tangguh dalam menghadapi medan yang harus dihadapi selama satu tahun ke depan. Tapi jangan salah, rasa “ketersiksaan” itu hanya terasa 3 hari dalam masa adaptasi, selanjutnya semua terasa lebih berwarna.

6 komentar

  1. Puhhh.... Pokoke josss. Mantap. Siap makana nasi komando.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanan paling enak.. Nasi pecel telor mentah.. 👍😂

      Hapus
  2. Terimakasih SM3T... Banyak sekali pengalaman hidup penting yg saya dapatkan... Terimakasih LANAL MALANG... WE MISS YOU...

    BalasHapus