Selasa, 20 Agustus 2013
Tidak sedikit dari para calon sarjana mendidik bangsa rela begadang hanya untuk bisa segera mengetahui takdirnya. Menjadi bagian dari program pengabdian yang menawarkan pengalaman dan kesempatan untuk berbakti dan mengamalkan apa yang kita peroleh di bangku kuliah untuk bangsa sebelum kita menanyakan apa yang akan kita terima dari negara ini atau hanya menjadi bagian dari sarjana-sarjana yang mungkin masih belum mendapatkan kesempatan itu karena Tuhan telah menyiapkan skenario menarik lain bagi mereka.
Mentari muncul, ayam sudah berkokok tapi apa yang di tunggu tak kunjung muncul. Pengumuman yang dinanti malah serasa enggan untuk menampakkan dirinya hingga pukul 8 pagi muncul kabar Undhiksa sudah mengeluarkan pengumuman sementara LPTK yang lain masih belum tampak memampangkan apa yang kami tunggu sejak jam 12 malam. Melihat pengumuman yang dipampang Undiksa bikin ciut nyali, karena dari pengumuman itu hanya terpampang kurang lebih 125 sarjana saja yang beruntung sekaligus dengan daerah penempatannya selama satu tahun kedepan.
Semakin sering mencari info pengumuman, semakin ciut saja nyali ini. Lelah berpikir, alhasil tidur adalah solusi terbaik untuk menghilangkan rasa stres ini, Hingga hp berbunyi memberikan isyarat bahwa ada pesan yang masuk. Tidak banyak isi pesan itu, hanya info pemberitahuan kalau beberapa LPTK sudah mengumumkan sarjana terbaiknya yang akan mewakili lembaganya untuk program ini. Laptop dan modem segera saja menjadi sahabat untuk larut dalam dunia maya yang menawarkan berjuta informasi mengenai pengumuman itu, hingga yang ditunggu-tunggu muncul. Tertera di pengumuman itu, nama yang sangat familiar, nama yang diberikan oleh orang tua ketika sang anak baru saja terlahir di dunia ini. 201317242. MOKHAMAD SYAIFUDIN. Aku lolos menjadi bagian program ini. Program yang kurang lebih 2 tahun belakang mengusik pikiranku untuk bisa mengabdi kepada bangsa ini dengan apa yang aku punya. Tapi, lokasi penempatan tidak ada. Ini berarti aku harus bersabar lagi untuk mengetahui lokasi penempatanku.
*******
Sudah 10 hari, kami berlatih dan ditempa mental di Pangkalan AL Malang, namun kami belum tahu dimana kami akan ditempatkan dan selama 10 hari itu pula kami tidak sadar dan tidak sempat untuk memikirkan dimana kami akan ditempatkan yang terpikir hanyalah bagaimana kami bisa melewati kegiatan yang sudah ditata dengan rapinya seolah sudah memahami PBB hingga hanya sedikit celah bagi kami untuk memikirkan hal-hal lain.
Jum`at, 13 September 2013
Muncul kabar, bahwa tepat setelah ibadah sholat jum`at akan diumumkan lokasi penempatan pengabdian para sarjana mendidik bangsa yang menjadi keluarga besar di “Learning of University”. Banyak ekspresi yang muncul saat itu. Banyak ekspresi-ekspresi yang tak diduga keluar dari raut muka mereka. Senang. Mungkin karena akan segera mengetahui daerah tugasnya. Takut. Mungkin karena khawatir mendapat lokasi yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, walaupun kami sudah kontrak hitam di atas putih untuk siap ditempatkan dimana saja tapi tetap saja manusiawi rasa itu muncul. Sedih. Mungkin karena teringat waktu perpisahan akan semakin dekat. Bangga. Mungkin karena apa yang sudah dicita-citakan akan segera tercapai. Yang jelas kesemuanya itu berada pada bingkai perasaan Galau, yang berdampak pada nafsu makan yang kembali turun setelah dengan susah payah membangkitkannya. Tapi semua itu tetap tidak mampu mengurangi rasa ingin tahu yang tumbuh dalam diri.
Pohon-pohon ditepi lapangan Lanal-lah yang menjadi saksi bisu atas ekspresi-ekspresi para sarjana-sarjana ini ketika melihat pengumuman penempatan. “Pengumuman sudah menanti kalian”. Kata-kata itu yang teringat diawal detik-detik pengumuman itu. Memang benar kalimat itu, kamilah yang harus berlarian ke setiap pohon untuk mencari nama kita terpampang dalam kloter mana, kloter tempat penugasan selama 1 tahun, kloter yang nantinya akan menjadi teman, sahabat bahkan keluarga kita selama melaksanakan tugas.
Ekspresi yang muncul setelah pengumuman, lebih heboh lagi. Tertawa. Mungkin karena sesuai dengan apa yang diinginkan atau paling tidak mungkin bukan ditempatkan ditempat yang tidak diinginkan. Menangis. Mungkin karena sudah terbayang yang tidak-tidak mengenai lokasi penempatannya. Bingung. Mungkin karena masih belum juga menemukan namanya diantara deretan nama-nama yang tertera di pohon sementara yang lain sudah standby dan bersiap-siap dengan kloter barunya. Yang jelas, apapun ekspresi yang muncul saat itu hanya ada satu kegiatan yang pasti dilakukan oleh semua orang yakni telepon keluarga.
Tidak hanya kami, sarjana yang akan diberangkatkan ke tempat tugas tapi keluarga kami juga mengalami hal yang sama karena tidak sedikit dari mereka yang belum familiar dan paham mengenai nama-nama kabupaten yang diutarakan putra-putri mereka. Dari ujung seberang telepon pasti muncul pertanyaan yang sama. “Dimana itu?”. “Aman?”. “Provinsi mana?”. “disebelah mana?”. Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan bergelayut yang mengantarkan kami pada kegiatan kebiasaan para sarjana. Tanya mbah Google. Tanya mengenai lokasi, keadaan geografis, sarana dan prasarananya dan hal-hal lain yang mungkin saja kami butuhkan ketika berada di daerah rantau.
Pohon Palem, di ujung pojok lapangan, arah jalur ke Masjid Lanal Malang, ditempat itu namaku terpampang bersama 38 orang yang lain. Kab. Kepulauan Sitaro. Melihat nama kabupatennya, langsung muncul bayangan akan ditempatkan di daerah pesisir yang punya banyak gugusan pulau, tapi tak apalah setidaknya tidak ditempatkan di Papua yang terkenal endemik Malaria dan paling suka dengan tubuh-tubuh kurus macam aku. Tapi hal lain, dengan anggota pletonku yang lain. Hendra. Mulai dari awal sebelum pengumuman sampai pengumuman penempatan di Kepulauan Sitaro, yang muncul cuman tampang muka yang kucel dan fisik yang drop karena stress dengan lokasi penempatan.
Tapi bagaimanapun eskpresi yang muncul ketika sebelum dan sesudah pengumuman, tekad kami sudah bulat. Menjadi sarjana mendidik bangsa. Menjadi jembatan dengan pemerintah menuju daerah terdepan untuk menggapai mereka yang terluar dan menjangkau mimpi-mimpi yang tertinggal. Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.